Selasa, 16 Mei 2017

Mengharukan, Ketika Prabowo Tolak Sekolah Perwira demi Selesaikan Misi Perang

Mengharukan, Ketika Prabowo Tolak Sekolah Perwira demi Selesaikan Misi Perang

Malam itu Prabowo Subianto mengumpulkan seluruh anak buahnya. Dia sadar prajuritnya resah lantaran selentingan beredar dia bakal ditarik ke Jakarta buat mengikuti sekolah lanjutan perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

"Saya tahu kalian sudah dengar saya mau sekolah, tapi saya tidak akan pulang. Biar adik-adik saya sekolah dulu tidak apa-apa," begitu kata Kapten Infanteri Prabowo Subianto kepada prajuritnya dari Satuan Penanggulangan Teror 81 Komando Pasukan Khusus saat menjalani operasi militer di Timor Timur pada 1983. Prabowo ketika itu mendapat panggilan untuk mengikuti sekolah lanjutan perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat buat naik pangkat menjadi mayor.

Dia menolak panggilan sekolah itu demi menyelesaikan misi di wilayah bekas jajahan Portugis itu. "Biar saya selesaikan tugas saya dulu. Yang mau pulang di kanan saya, yang mau tugas ke belakang saya," ujar Prabowo kepada seluruh anak buahnya.

Sontak suasana malam itu menjadi hening. Tanpa berpikir panjang, seorang anggota pasukannya berlari ke belakang Prabowo. Dia memilih bertahan untuk memerangi milisi Fretilin. Langkah itu diikuti prajurit lainnya. Semua anak buah Prabowo memilih setia mengikuti sang komandan.

"Komandan mau Selapa, berarti kita pulang," ujar seorang sumber Selasa pekan lalu saat ditemui merdeka.com di sebuah hotel di bilangan Cikini, Jakarta Pusat.

Dikenal berotak encer, karier Prabowo sebagai tentara moncer. Dia diberhentikan secara hormat dengan pangkat terakhir letnan jenderal. Putra dari begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini kini bertarung lagi dalam pemilihan presiden dua bulan mendatang.

Bagi mantan anak buahnya selama bertugas di Timor Timur, Prabowo dikenal sebagai komandan tegas dan selalu memikirkan kesejahteraan prajuritnya. Bahkan dia selalu ada di barisan depan bersama serdadunya. Prabowo tidak pernah meninggalkan pasukannya di medan perang. Panggilannya di radio komunikasi dikenal dengan sebutan Kancil. "Dia selalu ada di posisi paling bahaya," tuturnya.

Hashim Djojohadikusumo mengakui awalnya keluarga tidak merestui kakaknya terjun menjadi tentara. Ayahnya berkehendak lain. Dia ingin Prabowo meneruskan sekolah hingga sarjana di luar negeri.

Namun langkah diambil Prabowo untuk sekolah di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) - sekarang berganti nama menjadi Akademi Militer - di Magelang, Jawa Tengah, sudah bulat. Sebagai bukti, Prabowo menjadi lulusan terbaik pada 1974. "Awalnya keluarga tidak merestui," kata Hashim kepada merdeka.com Jumat pekan lalu di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya.

Penghasilan prajurit saat itu pas-pasan. Apalagi untuk membantu keluarga, terbilang sulit. Sumber yang sama bercerita seorang anak buah Prabowo pernah membeli radio buat hiburan dirinya di barak.

Prabowo marah mengetahui hal itu. Dia menyuruh radio itu diberikan kepada keluarganya. Sebagai ganti, dia membelikan televisi berikut radio untuk semua anak buahnya di barak. "Saya ingat waktu zaman saya, pulang tugas kita beli radio. Beliau bilang, 'Sudahlah itu kamu kasihkan ke orang tua'," kata sumber itu.
Baca Juga: Priit...!!! Orang Nomor Satu di TNI AD, DiStop Polisi, inilah kejadiannya

Bahkan saat hendak bertugas ke Timor Timur, seluruh anak buahnya disuruh melengkapi kekurangan kebutuhan pribadi di Koperasi. Semua dibayar lunas tanpa memotong gaji mereka.

Pesan Prabowo hingga kini masih disimpan dalam-dalam oleh anak buahnya. "Saya nggak mungkin kasih uang, nggak mungkin kasih beras, maka saya berikan nama baik. Itu beliau pesan ke para prajurit," ujarnya mengingat.

Sumber : merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar